Krankzinnigen Gesticht

Krankzinnigen Gesticht

Krankzinnigen Gesticht

Sabang

1923

To embed a Youtube video, add the URL to the properties panel.

Jejak Rumah Sakit Jiwa Sabang: Dari Layanan Medis Kolonial hingga RSAL 

Di Pulau Weh, Sabang, berdiri sebuah bangunan bersejarah yang mencatat jejak panjang perkembangan layanan medis pada masa kolonial. Rumah Sakit Jiwa Sabang, atau Krankzinnigengesticht Sabang, resmi berdiri pada September 1923 dan menjadi rumah sakit jiwa keempat yang dibangun di Hindia Belanda. Pada tahun 1930, fasilitas ini memiliki kapasitas 1.222 tempat tidur, sebagaimana tercatat dalam Indisch Verslag tahun tersebut, menjadikannya salah satu proyek arsitektur kesehatan terbesar pada zamannya. Desain bangunannya dikerjakan oleh arsitek Pieter M. van der Veen dengan rancangan yang disesuaikan untuk fungsi psikiatri modern pada masa itu. 

Sejumlah dokter jiwa pernah bertugas di sini, antara lain Prof. Dr. J. A. Llatumeten (1924–1929), dr. Wasenhagen (1932–1934), dan dr. Colon, yang menjadi direktur terakhir sebelum rumah sakit ini diambil alih pada masa pendudukan Jepang (1942–1945). Nasib tragis menimpa dr. Colon yang dieksekusi oleh tentara Jepang di Desa Batee Shok. Selama periode tersebut, rumah sakit tidak lagi difungsikan untuk perawatan medis, melainkan diubah menjadi barak militer. 

Catatan mengenai rumah sakit ini juga ditemukan dalam Sumatraanse Indrukken, yang memuat refleksi seorang psikiater kolonial tentang kondisi sosial dan medis di Aceh. Dalam kajian modern, seperti tulisan David Kloos dalam Colonial Pathologies and Racial Injustice, disebutkan fenomena yang dikenal sebagai “Atjeh Murders”, serangkaian serangan individu oleh orang Aceh terhadap warga Eropa yang dilihat sebagai kelanjutan dari semangat perang sabil. Otoritas kolonial, yang gagal memahami konteks perlawanan tersebut, kerap mengkategorikannya sebagai penyakit mental. 

Atas rekomendasi etnolog dan psikiater, pemerintah kolonial memutuskan membangun rumah sakit jiwa besar di Sabang pada 1923 untuk menampung lebih dari 1.400 pasien. Banyak di antara mereka yang ditahan secara paksa dalam proses "pengobatan" yang lebih menyerupai penahanan, mencerminkan bagaimana kekuasaan kolonial menggunakan institusi medis sebagai alat kontrol sosial. 

Kini, bangunan bekas rumah sakit jiwa tersebut masih berdiri, namun telah beralih fungsi menjadi Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Jenderal Lilipory Sabang. Pelayanan kesehatan jiwa untuk wilayah Aceh telah dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh, rumah sakit provinsi yang berstatus kelas A. 

Gedung-gedung tua peninggalan rumah sakit jiwa ini menjadi saksi bisu pertemuan antara kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan dinamika sosial yang kompleks di masa kolonial. Sebuah warisan sejarah yang penting untuk diingat, bukan hanya sebagai cerita masa lalu, tetapi juga sebagai pelajaran tentang relasi kuasa dan kemanusiaan. 

 

 Tim Riset & Eksplorasi | AVH Foundation

Sumber: 

  1. Historical Hospitals. (n.d.). Diakses dari https://www.historicalhospitals.com

  2. Sabang Heritage Society. (n.d.).

  3. Grote Atlas van Nederlandsch Oost-Indië. (n.d.). p. 77

  4. Gonggryp. (1934). Groot-Atjeh, afdeling van het gouvernement Atjeh en Onderhoorigheden, onder een assistent-resident Hoofdplaats Koetaradja. De afdeling bestaat uit 4 onderafdelingen: 1. Koetaradja; 2. Lhonga; 3. Seulimeum; 4. Sabang. De hele afdeling bestaat uit rechtstreeks bestuurd gebied en telt ongeveer 132.000 inwoners, w.o. bijna 1.600 Europeanen en bijna 6.000 Chinezen.

Location On Google Maps

Support

Menjadi Partner

Cara Submit 3D Scan

Komunitas Online

Support

Menjadi Partner

Cara Submit 3D Scan

Komunitas Online

Support

Menjadi Partner

Cara Submit 3D Scan

Komunitas Online

Create a free website with Framer, the website builder loved by startups, designers and agencies.