Banda Aceh
1903
Gedung Sentral Telepon merupakan situs sejarah peninggalan kolonial Belanda yang letaknya di kelurahan Sukaramai, kecamatan Baiturrahman di pusat kota Banda Aceh gedung ini berada di sudut persimpangan jalan Teuku Umar. Bangunan ini dulunya digunakan sebagai pusat telepon Militer Belanda dan dibangun berdekatan dengan area istana Kerajaan Aceh Darussalam setelah invasi pada April 1873, saat Belanda berhasil Menduduki Banda Aceh Belanda menyebutkan gedung tersebut sebagai kantor telepon KutaRaja. Dalam catatan sejarah sentral telepon militer ini dibangun tahun 1903, atau pada era kepemimpinan Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903). Angka 1903 juga tertera di bagian atas bangunan dekat ventilasi jendela.
Sejak bangunan ini dibangun Belanda menggunakannya untuk berkomunikasi jarak jauh ke Batavia (Jakarta), menggantikan telegraf, serta memudahkan koordinasi dalam perang Aceh. Di Aceh jaringan telepon yang dibangun Belanda ini tembus ke berbagai daerah lain seperti Ulee Lheu, Sabang, Sigli, Bireun, Takengon, Lhokseumawe, Lhoksukon, Idi, Peureulak, dan Kuala Simpang. Bahkan sampai hingga ke beberapa kota di Sumatera Utara seperti Medan, Tanjung Pura, Rantau Prapat, Berastagi, dan Asahan. Dalam lembaran Telefoogids Complex Koetaradja atau buku petunjuk telepon yang diterbitkan Belanda pada 20 April 1933 disebutkan, tarif percakapan telepon antar kota dihitung per tiga menit percakapannya. Pusat telepon ini sangat membantu Gubernur Militer Belanda dalam berkoordinasi menghadapi para pejuang kemerdekaan Aceh. ada kalanya, gubernur mencabut kabel telepon tersebut karena seringnya mendapat kabar serangan dari pejuang Aceh terhadap pasukan Belanda di berbagai wilayah Aceh.
Setelah Belanda meninggalkan Aceh, masa kependudukan Jepang tahun 1942 - 1945 gedung sentral telepon difungsikan untuk keperluan perang. Setelah kemerdekaan Indonesia sampai menjelang tahun 1960, bangunan kuno ini masih dipakai sebagai Kantor Sentral Telepon Militer Kodam I/Iskandar Muda yang disebut Wiserbot (WB) Taruna. Selanjutnya gedung ini secara berturut-turut telah dipakai sebagai Kantor KONI, Kantor Surat Kabar Atjeh Post, Kantor PSSI dan saat ini sudah menjadi Situs Cagar Budaya yang dilindungi.
Editor: Zulfikri
Sumber: Rahmadhana, A. 2020. “Peninggalan Warisan Kolonial Belanda di Banda Aceh Sebagai Objek Wisata budaya”