Banda Aceh
1880
Selama penjajahan Belanda (1873-1942) di Aceh menjadikan Banda Aceh sebagai pusat kegiatan militer. Selama itu pula Belanda banyak membangun infrastruktur termasuk pengadaan sumber air bersih dengan membangun sebuah menara yang bergaya Indo-Eropa. Menara itu terletak di Kampung Baru Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Bangunan ini didirikan pada masa kolonial Belanda tahun 1880. Pada bagian atas menara terdapat bangunan dengan konstruksi kayu berdenah segi enam dan terdapat 16 jendela dan lobang angin.
Pada masa penjajahan Belanda menara ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dan pendistribusian air bersih di Banda Aceh dan dibuka untuk pertama kalinya oleh pemerintah Hindia Belanda. Menara air ini dulunya berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih dan mendistribusikannya ke kawasan Banda Aceh dan sekitarnya.
Pada bagian belakang watertoren terdapat dinding benteng dalam kawasan istana Sultan Aceh di Kutaraja. Hal ini menandakan pada masa itu watertoren dibangun saat kondisi sisa-sisa bangunan di kawasan istana Sultan Aceh masih berdiri. Pada masa itu pemerintah Belanda mengubah kebijakannya yang defensif menjadi ofensif. Pihak Belanda belajar dari pengalaman dan meyakini bahwa kebijakan defensif sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi Belanda, sementara kebijakan ofensif diharapkan dapat membuat lawan berpikir dan bersimpati. Tentu saja pemikiran tersebut tidak tepat untuk diterapkan di Aceh, bujuk-rayu dan pura-pura menjadi baik tanpa disertai ketulusan, sangat mudah terbaca. Infrastruktur yang dibangun untuk kepentingan pemerintah Belanda sendiri. Begitu pun watertoren yang dibangun sebagai sistem pengelolaan air bersih dari sumber mata air di Gunung Mata le hanya diperuntukkan bagi kawasan kota garnizun (kota militer). Watertoren dikelola oleh sebuah perusahaan air yang diberi nama Geni Water Leading yang dipimpin oleh Y. A. Sammith. Perusahaan itu bertugas menyuplai air minum untuk militer dan pegawai sipil pemerintah Belanda.
Editor: Zulfikri
Sumber:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh
C. Snouck Hurgronje, 2019. Orang Aceh: Budaya Masyarakat dan Politik Kolonial, Diterjemahkan oleh Ruslani, The Achehnese vol.1, Yogyakarta: Matabangsa.
Rusdi Sufi, dkk., 1997. Sejarah Kotamadya Banda Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.