Sentral Telepon

Sentral Telepon

Sentral Telepon

Banda Aceh

1903

To embed a Youtube video, add the URL to the properties panel.

Gedung Sentral Telepon: Jejak Komunikasi Kolonial di Jantung Kota Banda Aceh 

Di Gampong Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, berdiri sebuah bangunan tua yang menjadi saksi awal perkembangan teknologi komunikasi di Aceh. Gedung Sentral Telepon, dibangun pada tahun 1903, awalnya dikenal sebagai Kantor Telepon Kutaraja. Lokasinya berada di sudut persimpangan Jalan Teuku Umar, tidak jauh dari bekas kawasan istana Kerajaan Aceh Darussalam. Kehadirannya menandai babak baru strategi komunikasi kolonial Belanda pasca keberhasilan mereka menguasai Banda Aceh dalam serangan tahun 1873. 

Catatan sejarah menunjukkan bahwa pembangunan gedung ini berlangsung pada masa akhir pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah (1874–1903). Tahun pendiriannya juga diabadikan pada ornamen di atas ventilasi jendela sisi selatan, terukir jelas angka 1903 yang hingga kini masih terlihat. 

Sebagai pusat telepon pertama di Aceh, gedung ini memegang peran strategis dalam menghubungkan Banda Aceh dengan berbagai kota penting. Sistem telepon yang digunakan saat itu menggantikan telegraf, memungkinkan komunikasi langsung dengan kota-kota seperti Ulee Lheu, Sabang, Sigli, Bireuen, Takengon, Lhokseumawe, Idi, hingga Medan, Rantau Prapat, dan Tanjung Pura di Sumatera Utara. Berdasarkan dokumen Telefoongids Complex Koetaradja tertanggal 20 April 1933, tarif percakapan antar kota dihitung per tiga menit. 

Namun, pada masa Perang Aceh, kabel telepon kerap menjadi sasaran pejuang Aceh yang memutus jalur komunikasi sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi Belanda. Meski sering terganggu, gedung ini tetap menjadi pusat koordinasi penting bagi Gubernur Militer Belanda. 

Ketika pendudukan Belanda berakhir, masa Jepang (1942–1945) memanfaatkan bangunan ini untuk keperluan militer. Setelah kemerdekaan, hingga menjelang 1960-an, gedung ini digunakan sebagai Kantor Sentral Telepon Militer Kodam I/Iskandar Muda atau dikenal sebagai Wiserbot (WB) Taruna. Dalam perkembangannya, bangunan ini juga sempat difungsikan oleh berbagai lembaga lokal seperti KONI, PSSI, dan Surat Kabar Atjeh Post, sebelum akhirnya ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya. 

Secara arsitektur, Gedung Sentral Telepon merepresentasikan gaya kolonial awal abad ke-20. Bangunan dua lantai berbentuk persegi delapan ini memiliki atap limasan dari seng, lantai dasar beton, dan lantai atas dari papan kayu. Pintu utamanya berada di sisi selatan, berbentuk lengkung busur dengan ornamen geometris dan lengkungan seperempat lingkaran. Empat jendela lengkung menghiasi sisi utara dan timur lantai dasar, masing-masing dengan daun jendela kayu asli yang masih terawat. 

Antara lantai dasar dan lantai atas terdapat garis pelipit bermotif yang menonjol keluar, memberikan aksen dekoratif. Lantai atas memiliki dua jendela di setiap sisi, dilengkapi lubang angin berukuran serupa. Salah satu detail paling menonjol terletak di atas dinding selatan, berupa ornamen oval berangka tahun 1903, diapit hiasan bunga dan salib yang membentuk kerawang khas ukiran kolonial. Motif serupa juga terdapat di sisi utara meski tanpa angka tahun. 

Kini, Gedung Sentral Telepon bukan hanya peninggalan fisik, tetapi juga penanda perjalanan panjang komunikasi di Aceh, dari masa kolonial, pendudukan militer, hingga era kemerdekaan. Keberadaannya menjadi penghubung antara teknologi, politik, dan sejarah kota yang terus berkembang. 


Tim Riset & Eksplorasi | AVH Foundation

Sumber:

  1. Rahmadhana, A. (2020). Peninggalan warisan kolonial Belanda di Banda Aceh sebagai objek wisata budaya.

Instagram Post From People has Visited the place

Support

Menjadi Partner

Cara Submit 3D Scan

Komunitas Online

Support

Menjadi Partner

Cara Submit 3D Scan

Komunitas Online

Support

Menjadi Partner

Cara Submit 3D Scan

Komunitas Online

Create a free website with Framer, the website builder loved by startups, designers and agencies.